Thursday 11 August 2011

Kekeliruan Ali As Salus Yang Mengkritik Hadis Tsaqalain (Musnad Ahmad)


Kekeliruan Ali As Salus Yang Mengkritik Hadis Tsaqalain Dalam Musnad Ahmad
Ali As Salus dalam kitabnya Imamah dan Khilafah telah membicarakan tentang hadis Tsaqalain dan akhir kesimpulannya beliau menyatakan hadis ini adalah dhaif. Beliau mengkritik hadis Tsaqalain yang terdapat dalam Musnad Ahmad dan Sunan Tarmidzi, berikut akan dibahas hadis riwayat Ahmad yang beliau kritik.
Hadis dalam Musnad Ahmad yaitu riwayat Athiyyah dari Abu Said
  1. Abdullah bercerita kepada kami dari ayahnya dari Aswad bin Amir dari Israil yaitu Ismail bin Abu Ishaq al Mulai dari Athiyyah dari Abu Said, Ia berkata”Nabi SAW bersabda”Sesungguhnya Aku meninggalkan dua hal bagimu yang salah satunya lebih besar dari yang lainnya,yaitu Kitab Allah,tali yang merentang dari langit sampai bumi,dan Ahlul BaitKu. Keduanya itu tidak akan terpisah sampai datang ke telaga(kiamat).” (Musnad Ahmad jilid III hal 14)
  2. Abdullah bercerita kepada kami dari Ayahnya dari Abu Nadar dari Muhammad bin Thalhah dari A’masyi dari Athiyyah al ‘ufa dari Abu Said Al Khudri ra dari Nabi SAW bahwa Beliau SAW bersabda”Sesungguhnya Saya hampir mendapat panggilan lalu saya menjawabnya.Sungguh Aku meninggalkan dua hal bagimu yaitu Kitabullah dan ItrahKu. Kitabullah adalah tali panjang yang terentang dari langit sampai ke bumi,dan ItrahKu adalah Ahlul BaitKu. Dan bahwa Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Bijaksana memberi tahu kepadaKu bahwa keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya datang di atas telaga(hari kiamat).Maka perhatikanlah Aku dengan apa yang kamu laksanakan kepadaKu dalam Keduanya.” (Musnad Ahmad jilid III hal 17).
  3. Riwayat dari Abdullah dari Ayahnya dari Ibnu Namin dari Abdul Malik bin Abu Sulaiman dari Athiyyah dari Abu Said Al Khudri ra, Ia berkata”Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Aku meninggalkan dua hal bagimu yang salah satunya lebih besar daripada yang lain yaitu Kitabullah, tali panjang yang terentang dari langit sampai ke bumi ,dan Ahlul BaitKu. Ketahuilah keduanya itu tidak akan berpisah hingga sampai ke telaga(hari kiamat).”(Musnad Ahmad jilid III hal 26).
  4. Riwayat dari Abdullah dari ayahnya dari Ibnu Namir dari Abdul Malik Ibnu Sulaiman dari Athiyah dari Abu Sa’id al Khudri ra,ia berkata,’Rasulullah SAW bersabda”Sesungguhnya Aku meninggalkan bagimu sesuatu yang jika kamu berpedoman dengannya, maka kamu tidak akan sesat selama-lamanya setelahKu yaitu dua hal yang salah satunya lebih besar dari yang lain; Kitabullah, tali panjang yang terentang dari langit ke bumi, dan Ahlul BaitKu. Ketahuilah bahwa keduanya itu tidak akan berpisah hingga datang ke telaga(hari kiamat).” (Musnad Ahmad jilid III hal 59).
Tanggapan Kami
Mengenai semua hadis riwayat Athiyyah dari Abu Said ra diatas Ali As Salus menyatakan bahwa semua riwayat di atas dhaif karena Athiyyah telah dinyatakan dhaif oleh banyak ulama. Dalam penjelasan sebelumnya kami telah membahas riwayat Athiyyah dari Abu Said, dan kami menyatakan bahwa riwayat ini hanyalah pendukung riwayat lain yang shahih bahkan justru riwayat-riwayat lain hadis Tsaqalain selain dari Athiyyah dapat menguatkan hadis riwayat Athiyyah dari dhaif menjadi Hasan Lighairihi. Ali As Salus juga mendhaifkan hadis riwayat Ahmad yang lain yaitu
Hadis dalam Musnad Ahmad yaitu riwayat Qasim bin Hishan dari Said bin Tsabit
  1. Riwayat dari Abdullah dari Ayahnya dari Aswad bin ‘Amir,dari Syuraiq dari Raqin dari Qasim bin Hishan, dari Said bin Tsabit, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda ”Sesungguhnya Aku meninggalkan dua hal bagimu Kitabullah, tali panjang yang terentang antara langit dan bumi atau diantara langit dan bumi dan Itrati Ahlul BaitKu. Dan Keduanya tidak akan terpisah sampai datang ke telaga(hari kiamat)”. (Musnad Ahmad jilid V hal 181-182)
  2. Abdullah meriwayatkan dari Ayahnya, dari Ahmad Zubairi dari Syuraiq dari Raqin dari Qasim bin Hishan dari Said bin Tsabit ra, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Aku meninggalkan dua hal bagimu, Kitabullah dan Ahlul BaitKu. Keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya datang ke telaga(hari kiamat)”.
Hadis ini dinyatakan dhaif oleh Ali As Salus karena dalam sanadnya terdapat Qasim bin Hishan al Amiri al Kufi. Setelah mengutip pendapat yang menyatakan Qasim sebagai perawi tsiqat, beliau menyatakan tidak sependapat dan memandang bahwa Qasim adalah perawi yang tidak tsiqat berdasarkan alasan berikut
• Dalam Mizan al Itidal Adz Dzahabi menukil dari Bukhari bahwa hadis Qasim bin Hishan itu mungkar
• Dalam Al Jarh Wat Ta’dil 
Ibnu Abu Hatim menukil dari Al Munziri bahwa Bukhari berkata ”Qasim bin Hishan mendengar dari Zaid bin Tsabit dari pamannya Abdurrahman bin Harmalah sementara Rakin bin Rabi’ meriwayatkan darinya dan dia termasuk ulama kufah yang tidak shahih hadisnya”.
Tanggapan kami adalah bahwa pendapat Ali As Salus dan komentarnya tentang Qasim adalah kurang tepat karena beberapa alasan dan bahkan hal itu juga dikutip oleh Ali As Salus dalam kitabnya. Alasan-alasan itu adalah
  1. Qasim bin Hishan adalah perawi yang tsiqah. Ahmad bin Saleh menyatakan Qasim tsiqah. Ibnu Hibban menyatakan bahwa Qasim termasuk dalam kelompok tabiin yang tsiqah. Syaikh Ahmad Syakir menguatkannya sebagaiseorang yang tsiqah(Musnad Ahmad syarh Syaikh Ahmad Syakir). Dalam Majma Az Zawaid ,Al Haitsami menyatakan tsiqah kepada Qasim bin Hishan. Ibnu Abu Hatim dalam Al Jarh Wat Ta’dil menulis biografi Qasim tanpa menyebutkan cacatnya, beliau hanya menukil pernyataan Al Munziri tentang Qasim diatas.
  2. Pernyataan Bukhari tentang Qasim tidak dapat dijadikan hujjah disini karena pernyataan itu baru sekedar kemungkinan dan tidak jelas apa sumber penukilan Adz Dzahabi dan Al Munziri dalam masalah ini. Adz Dzahabi dan al Munziri tidaklah sezaman dengan Bukhari oleh karena itu mereka menukil pernyataan itu kemungkinan dari salah satu karya al Bukhari. Tetapi kenyataannya dalam karya Bukhari perihal rijal hadis seperti Tarikh Al Kabir dan kitab Adh Dhu’afa tidak terdapat penukilan ini bahkan Bukhari hanya menyebutkan namanya dan tidak mencela atau menjarhkan Qasim seperti yang didakwa oleh Adz Dzahabi dan Al Munziri. Hal ini telah dikuatkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam Musnad Ahmad jilid V komentar riwayat no 3605, beliau berkata ”Saya tidak mengerti apa sumber penukilan Al Munziri dari Bukhari tentang Qasim bin Hishan itu. Sebab dalam Tarikh Al Kabir Bukhari tidak menjelaskan biografi Qasim demikian juga dalam kitab Adh Dhu’afa. Saya khawatir bahwa Al Munziri berkhayal dengan menisbatkan hal itu kepada Al Bukhari”.
Dengan demikian Jarh yang ditetapkan kepada Qasim bin Hishan adalah tidak jelas apakah benar atau tidak bersumber dari Bukhari, karena bisa jadi hal ini merupakan kekeliruan dari Adz Dzahabi dan Al Munziri. Tentu saja dugaan ini(kekeliruan) dilandasi dari tidak terdapatnya sumber penukilan Adz Dzahabi dan Al Munziri.
Disinilah letak kerancuan Ali As Salus
Ali As Salus dalam Imamah dan Khilafah berkata
”Dan pendapat ini tidak mungkin berdasarkan prasangka. Maka tidak diragukan bahwa pendapat Al Munziri dan Adz Dzahabi itu didasarkan pada sesuatu yang tidak mudah kita rujuk. Dan menurut praduga yang terkuat (jika tidak bisa dikatakan pasti )bahwa Al Munziri dan Adz Dzahabi itu menukil dari kitab Adh Dhu’afa Al Kabir karya Al Bukhari”
Tanggapan Kami: Pernyataan ini sangat jelas kerancuannya karena semuanya hanya didasarkan atas dugaan saja. Bukankah pernyataan Ali As Salus Dan pendapat ini tidak mungkin berdasarkan prasangka. Maka tidak diragukan bahwa pendapat Al Munziri dan Adz Dzahabi itu didasarkan pada sesuatu yang tidak mudah kita rujukadalah suatu bentuk prasangka juga, apa buktinya pernyataan itu? apa sumber yang tidak mudah dirujuk itu? bukankah bisa juga diduga jangan jangan tidak ada sumber yang dimaksud atau dengan kata lain adalah kekeliruan dari kedua ulama tersebut.
Kemudian pernyataan Ali As Salus Dan menurut praduga yang terkuat (jika tidak bisa dikatakan pasti) bahwa Al Munziri dan Adz Dzahabi itu menukil dari kitab Adh Dhu’afa Al Kabir karya Al Bukhari” juga tidak jelas, kalau memang ada di kitab Adh Dhu’afa kenapa pula harus menggunakan kata praduga yang terkuat (jika tidak bisa dikatakan pasti). Bukankah ini menyiratkan Ali As Salus sendiri belum membaca Adh Dhu’afa, lalu bukankah Syaikh Ahmad Syakir menyatakan bahwa penukilan tersebut tidak ada dalam Tarikh Al Kabir dan Adh Dhu’afa . Dan dengan semua keraguan ini Ali As Salus menyatakan bahwa Qasim adalah tidak tsiqat hadis riwayatnya tidak shahih(dhaif). Memang dalam Ilmu hadis jika ada perbedaan pandangan terhadap seorang perawi antara jarh dan ta’dil maka jarh mesti didahulukan tetapi hal ini dengan syarat jarh itu harus benar-benar jelas dan ada buktinya. Tetapi kalau jarh tersebut meragukan maka yang terbaik dalam hal ini adalah menetapkan ta’dilnya. Oleh karena itulah dalam hal ini dinyatakan bahwa kesimpulan Ali As Salus bahwa Qasim bin Hishan tidak tsiqah adalah tidak tepat dan yang benar Qasim adalah seorang yang tsiqah.
Hadis yang dimaksud yaitu hadis Tsaqalain riwayat Qasim bin Hishan ini telah dinyatakan shahih oleh beberapa ulama. Di antaranya Jalaludin As Suyuthi telah menshahihkannya dalam Al Jami’ash Shaghir. Al Hafiz Al Manawi juga menyatakan shahih dalam Faidhul Qhadir Syarah Al Jami’Ash Shaghir. Pernyataan kedua ulama ini dikuatkan oleh Syaikh Al Albani yang menyatakan hadis ini shahih dan memasukkannya dalam Shahih Al Jami’Ash Shaghir. Selain itu Abu Ya’la meriwayatkan hadis ini dalam Musnad Abu Ya’la dan menyatakan bahwa sanad hadis ini termasuk dalam kategori tidak mengapa. Al Haitsami dalam Majma’Az Zawaid menyatakan bahwa semua perawi hadis ini adalah tsiqat. Berdasarkan semua keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pendapat Ali As Salus itu tidak tepat dan pendapat yang benar dalam hal ini adalah bahwa hadis riwayat Qasim dalam Musnad Ahmad tersebut adalah shahih.

No comments:

Post a Comment