Friday 12 August 2011

Tanggapan Tulisan “Makna Hadis Tanah Fadak”


Tanggapan Makna Hadis Tanah Fadak
Tulisan ini dikhususkan untuk menanggapi tulisan salah seorang yang secara tidak langsung menanggapi tulisan saya soal Fadak. Kalau tidak salah tulisannya itu dikutip dari Majelis Rasulullah.
Langsung saja,
Ada orang yang mempermasalahkan hadis yang saya kutip dari Mukhtasar Shahih Bukhari, dia bertanya kepada seseorang yang ia kenal sebagai Ulama “duh bahasanya” :mrgreen:
Setelah mengutip hadis yang saya tulis, dia berkata
pertanyaan saya bib :
1. apa benar riwayat diatas, saya kawatir itu riwayat yang sengaja dibuat- buat, atau dalam penterjemahannya terdapat kesalahan Bib, karena Habib pernah menerangkan tidak ada satu keterangan mengenai marahnya Bunda Suci Fatimah, mohon penjelasan
Tanggapan saya;
Kalau melihat pertanyaan di atas, Pada awalnya orang yang bertanya ini pernah mendengar penjelasan dari Habib(Ulama tempatnya bertanya) bahwa tidak ada satu keterangan mengenai marahnya Sayyidah Fatimah dalam Shahih Bukhari. Oleh karena itu setelah melihat tulisan saya dia berkata “saya kawatir itu riwayat yang sengaja dibuat- buat, atau dalam penterjemahannya terdapat kesalahan Bib”.
Kemudian pertanyaan dia yang kedua
2. kalau memang ada unsur kesengajaan untuk menyelewengkan makna yang sebenarnya, jadi makna yang tepat unutk hadist di atas itu bunyinya bagaimana Bib.
Tanggapan: Perkataan di atas menunjukkan keraguan atau dugaan saudara itu bahwa ada unsur-unsur sengaja menyelewengkan makna hadis yang sebenarnya di dalam tulisan saya. Menurut saya, hal ini cukup menarik untuk dibahas. Maksud saya pada bagian “menyelewengkan makna”. Berikutnya akan dibahas lebih lanjut Siapa yang sebenarnya lebih cenderung menyelewengkan makna?
Pertanyaan terakhir saudara itu
3. siapakah Syaikh Nashiruddin Al Albani, apakah termasuk dari jajaran ulama’ yang bisa dirujuk golonga kita Bib , mohon penjelasan
Tanggapan: Sekarang saudara itu mempermasalahkan Syaikh Al Albani ulama hadis yang saya kutip. Sama seperti sebelumnya, ini juga tak kalah menariknya. Perhatikan pada kata-kata yang bisa dirujuk golongan kita :mrgreen:
Ok, sekarang mari kita lihat jawaban Sang Habib. Sebelumnya tanpa berniat merendahkan siapapun, perlu dijelaskan bahwa saya hanya ingin menanggapi jawaban dari Habib tersebut. Tidak ada maksud bagi saya untuk menyinggung Sang Habib (Semoga Allah memberikan rahmat kepada beliau) atau saudara-saudara yang sangat memuliakan beliau.
Jawaban Pertanyaan Pertama dan Kedua (sepertinya Sang Habib langsung menjawab sekaligus dua pertanyaan tersebut)
Jawaban Habib, saya cetak miring
Saudaraku yg kumuliakan,
1. kalau benar riwayat yg anda tulis itu adalah dari Al Albani, maka jelaslah sudah kebodohannya.
Sang Habib mengawali tulisannya dengan menyatakan kebodohan entah kepada siapa, Syaikh Al Albani atau saya. Argumentum Ad Hominem :mrgreen:
hadits itu adalah riwayat Aisyah ra sbgbr :
ُ
أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهَا السَّلَام ابْنَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَتْ أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيقَ بَعْدَ وَفَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَقْسِمَ لَهَا مِيرَاثَهَا مِمَّا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَقَالَ لَهَا أَبُو بَكْرٍ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا نُورَثُ مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ فَغَضِبَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَجَرَتْ أَبَا بَكْرٍ فَلَمْ تَزَلْ مُهَاجِرَتَهُ حَتَّى تُوُفِّيَتْ وَعَاشَتْ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ
Bahwa Fathimah alaihassalam (Imam Bukhari salah satu imam yg mengucapkan alaihissalam pada Fathimah ra dan Ali bin Abi Thalib kw), putri Rasulullah saw menanyakan pada Abubakar Shiddiq ra setelah wafatnya Rasulullah saw agar membagikan padanya hak warisnya dari apa apa yg diberikan Allah swt pada beliau saw, maka berkatalah padanya Abubakar shiddiq ra : Sungguh Rasul saw bersabda : “Kami tidak mewarisi, apa yg kami tinggalkan adalah sedekah”. maka marahlah Fathimah putri Rasul saw dan menghindar dari Abubakar shiddiq ra dan ia terus menghindar darinya hingga wafat, dan beliau hidup hingga 6 bulan setwlah wafatnya Rasul saw. (Shahih Bukhari bab fardhulkhumus).
Tanggapan saya: sebelumnya perhatikan kata-kata Habib (Imam Bukhari salah satu imam yg mengucapkan alaihissalam pada Fathimah ra dan Ali bin Abi Thalib kw).Nah saya tujukan buat pengidap Syiahphobia “hendaknya jangan terburu-buru menuduh orang Syiah hanya karena orang tersebut mengucapkan Alaihis Salam pada Ahlul Bait” . Karena sudah jelas bahkan Imam Bukhari juga mengucapkan AS pada Ahlul bait (lihat sendiri di Kitab Shahih Bukhari). Intermezo :mrgreen:
Nah dari jawaban di atas, maka dapat disimpulkan hadis marahnya Sayyidah Fatimah itu memang ada dalam Shahih Bukhari. Dalam hal ini terbuktilah kekeliruan Sang Habib sebelumnya seperti yang diungkapkan saudara penanya
karena Habib pernah menerangkan tidak ada satu keterangan mengenai marahnya Bunda Suci Fatimah.
Hadis tersebut ternyata ada (sekarang dikutip oleh Habib sendiri) dan mari bandingkan hadis yang saya kutip dan yang Habib kutip
Hadis yang saya kutip redaksi terjemahannya adalah
Lalu Fatimah binti Rasulullah SAW marah kemudian ia senantiasa mendiamkan Abu Bakar [Ia tidak mau berbicara dengannya]. Pendiaman itu berlangsung hingga ia wafat dan ia hidup selama 6 bulan sesudah Rasulullah SAW.
Sedangkan hadis yang Habib kutip dari Fath Al Bari redaksi terjemahannya
maka marahlah Fathimah putri Rasul saw dan menghindar dari Abubakar shiddiq ra dan ia terus menghindar darinya hingga wafat, dan beliau hidup hingga 6 bulan setwlah wafatnya Rasul saw.
Dua redaksi terjemahan di atas secara umum sama hanya pada terjemahan yang saya kutip diterjemahkan sebagai Pendiaman atau tidak berbicara, sedangkan pada redaksi terjemahan yang Habib kutip diterjemahkan sebagai Menghindar.
Soal yang mana yang lebih tepat, bagi saya tidak masalah karena pengertiannya tetap sama saja. Tapi perlu ditekankan dalam masalah ini saya telah bertindak objektif dengan menampilkan referensi yang lengkap termasuk siapa penerjemahnya. Sedangkan Habib, maaf tidak mencantumkan siapa yang menerjemahkan hadisnya (saya mengira itu terjemahan Beliau sendiri).
Habib kemudian melanjutkan
kita lihat syarh tentang hadits ini, Berkata Al Hafidh Al Imam Ibn Hajar didalam kitabnya Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari : 
Bahwa Fathimah ra marah bukan karena ditolak, namun karena Abubakar shiddiq ra mendengarnya bukan dari Rasul saw namun dari orang lain, dan berkata Imam Ibn Hajar pada halaman yg sama : diriwayatkan oleh Al Baihaqiy dari Assya’biyy bahwa kemudian Abubakar shiddiq ra menjenguk Fathimah ra, dan berkata Ali bin Abi Thalib kw kepada Fathimah ra : Ini Abubakar mohon izin padamu.., maka berkata Fathimah ra : apakah kau menginginkan aku mengizinkannya?, Ali kw berkata : betul, maka Fathimah ra mengizinkan Abubakar shiddiq ra, lalu Abubakar shiddiq ra meminta maaf dan ridho pada Fathimah ra, hingga Fathimah ra ridho padanya
Habib merujuk pada penjelasan hadis tersebut berdasarkan syarh Ibnu Hajar dalamFath Al Bari. Berikut analisis saya,
Ibnu Hajar berkata
Bahwa Fathimah ra marah bukan karena ditolak, namun karena Abubakar shiddiq ra mendengarnya bukan dari Rasul saw namun dari orang lain,
Maka tanggapan saya, apa dasar atau dalil Ibnu Hajar berkenaan kata-kata ini, jelas sekali kata-kata ini tidak ada keterangannya dalam hadis Shahih Bukhari yang dimaksud,
Maka Ada dua kemungkinan
  1. Ibnu Hajar berdalil dengan riwayat atau sumber lain
  2. Ibnu Hajar sekedar berpendapat
Kemungkinan pertama, maka saya katakan kenapa tidak ditunjukkan riwayat yang dimaksud atau sumber yang mengatakan Bahwa Fathimah ra marah bukan karena ditolak, namun karena Abubakar shiddiq ra mendengarnya bukan dari Rasul saw namun dari orang lain, ini jelas kemusykilan pertama
Kemudian siapakah orang lain dimana Abu Bakar mendengar hadis tersebut?kenapa tidak disebutkan. Ini kemusykilan kedua
Mengapa Sayyidah Fatimah AS marah jika Abu Bakar menyampaikan hadis Rasulullah SAW yang Abu Bakar dengar dari orang lain? Apakah Abu Bakar menyampaikan hadis tersebut dengan berkata “Saya mendengar dari seseorang atau fulan bahwa Rasulullah SAW bersabda”. Hal ini kok beda sekali dengan redaksi hadis yang dikutip Habib sendiri maka berkatalah padanya Abubakar shiddiq ra : Sungguh Rasul saw bersabda seolah-olah menunjukkan Abu Bakar mendengar hadis langsung dari Rasulullah SAW.
Kemusykilan ketiga adalah bagaimana bisa Ibnu Hajar menyimpulkan Abu Bakar tidak mendengar hadis itu langsung dari Rasulullah SAW.
Kalau kita melihat hadis Shahih Bukhari itu jelas sekali kemarahan Sayyidah Fatimah berkaitan dengan isi perkataan Abu Bakar. Lihat lagi selepas Abu Bakar berkataSungguh Rasul saw bersabda : “Kami tidak mewarisi, apa yg kami tinggalkan adalah sedekah”. maka marahlah Fathimah putri Rasul saw dan menghindar dari Abubakar shiddiq ra dan ia terus menghindar darinya hingga wafat, dan beliau hidup hingga 6 bulan setwlah wafatnya Rasul saw. Sangat jelas bahwa Sayyidah Fatimah marah setelah mendengar apa yang dikatakan Abu Bakar. Jadi Zhahir hadis menunjukkan sikap Sayyidah Fatimah yaitu marah dan menghindar disebabkan setelah beliau mendengar perkataan Abu Bakar. Sudah selayaknya untuk berpegang kepada zhahir hadis sampai ada dalil shahih yang bisa memalingkan maknanya ke makna lain.
Dan sepertinya Ibnu Hajar menunjukkan dalil berikut
dan berkata Imam Ibn Hajar pada halaman yg sama : diriwayatkan oleh Al Baihaqiy dari Assya’biyy bahwa kemudian Abubakar shiddiq ra menjenguk Fathimah ra, dan berkata Ali bin Abi Thalib kw kepada Fathimah ra : Ini Abubakar mohon izin padamu.., maka berkata Fathimah ra : apakah kau menginginkan aku mengizinkannya?, Ali kw berkata : betul, maka Fathimah ra mengizinkan Abubakar shiddiq ra, lalu Abubakar shiddiq ra meminta maaf dan ridho pada Fathimah ra, hingga Fathimah ra ridho padanya.
Berkenaan riwayat ini Ibnu Hajar berkata
jikapun riwayat ini mursal, namun sanadnya kepada Assya’biyyu shahih.
dan riwayat ini menyelesaikan permasalahan dan anggapan permusuhan Abubakar ra dengan Fathimah ra.
Aneh sekali padahal jelas sekali bahwa Ibnu Hajar sendiri mengakui bahwa hadis tersebut mursal lantas mengapa menjadikannya sebagai dalil. Saya tidak menafikan bahwa ada ulama yang berhujjah dengan hadis mursal tetapi sudah jelas bahwa jumhur ulama hadis berkata hadis mursal adalah dhaif. Sepertinya kali ini Ibnu Hajar bersikap tasahul dengan berhujjah menggunakan riwayat mursal.
Saya katakan riwayat Baihaqi tersebut jelas sekali tidak bisa dijadikan dalil untuk memalingkan makna zahir hadis riwayat Aisyah dalam Shahih Bukhari. Riwayat Aisyah sanadnya muttashil dan shahih kemudian matannya menunjukkan maka marahlah Fathimah putri Rasul saw dan menghindar dari Abubakar shiddiq ra dan ia terus menghindar darinya hingga wafat, dan beliau hidup hingga 6 bulan setwlah wafatnya Rasul saw.
Sedangkan riwayat Baihaqi adalah mursal dan matannya menunjukkan hal yang bertentangan dengan riwayat Aisyah, karena jelas-jelas kesaksian Aisyah bahwa Sayyidah Fatimah AS selalu menghindar untuk bertemu Abu Bakarsampai Beliau AS wafat. Bagimana mungkin Aisyah RA yang hidup semasa Sayyidah Fatimah AS dan Abu Bakar RA bisa tidak menyaksikan apa yang disaksikan oleh Asy Sya’bi yang anehnya jelas belum lahir ketika peristiwa itu terjadi.
Oleh karena itu seharusnya riwayat Baihaqi itu mesti ditolak berdasarkan riwayatShahih Bukhari, bukan malah riwayat Shahih Bukhari dipalingkan maknanya berdasarkan riwayat Baihaqi.
Kemudian Ibnu Hajar berkata
dan berkata para Muhadditsin, bahwa menghindarnya fathimah ra dari Abubakar adalah menghindari berkumpul bersamanya, dan hal itu bukan hal yg diharamkan, dan Fathimah ra saat selepas kejadian itu sibuk dengan kesedihannya atas wafat Rasul saw dan sakit yg dideritanya hingga wafat. (Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Bab Fardhul Khumus)
Mari kita andaikan apa yang dikatakan Ibnu Hajar bahwa menghindarnya fathimah ra dari Abubakar adalah menghindari berkumpul bersamanya adalah sesuatu yang benar. Maka itu justru menjadi dalil tertolaknya riwayat Baihaqi, lihat hadis Shahih Bukhari
dan ia terus menghindar darinya hingga wafat, jika menurut apa yang dikatakan Ibnu Hajar maka kata-kata itu bisa diartikan dan ia terus menghindari berkumpul bersamanya hingga wafat artinya Sayyidah Fatimah AS menghindari berkumpul bersama Abu Bakar RA sampai Beliau AS wafat. Tapi coba lihat riwayat Baihaqi disitu dijelaskan bahwa Sayyidah Fatimah AS malah berkumpul bersama Abu Bakar RA.Sedikit Antagonis memang.
Kemudian Habib mengutip Syarh An Nawawi
dijelaskan pula oleh Imam Nawawi bahwa
hal itu diteruskan hingga dimasa Khalifah Ali bin Abi Thalib kw pun demikian, tidak dirubah, maka jika Abubakar ra salah dalam hal ini atau Umar ra, mestilah Utsman ra mengubahnya, atau mestilah Ali bin Abi Thalib kw mengubahnya, dan berkata Imam Nawawi pada halaman yg sama, mengenai dikuburkannya Fathimah ra dimalam hari maka hal itu merupakan hal yg diperbolehkan. (Syarah Nawawi Ala shahih Muslim Bab Jihad wassayr).
Tanggapan saya : Abu Bakar RA, Umar RA dan Usman RA menetapkan keputusan yang berbeda soal ini. Abu Bakar menolak memberikan tanah Khaibar, Fadak dan kurma bani Nadhir kepada Sayyidah Fatimah AS ketika Beliau memintanya. Sedangkan Umar menetapkan keputusan untuk memberikan kurma bani Nadhir kepada Ali dan Abbas ketika mereka mengajukan permintaan yang sama seperti yang dilakukan Sayyidah Fatimah AS. Kemudian Khalifah Usman bin Affan telah menyerahkan Fadak kepada Marwan bin Hakam.
Mengenai Imam Ali, pada saat beliau menjadi Khalifah, tanah Fadak tidak berada pada Beliau meliankan berada pada Marwan. Jika ada yang mengeluhkan mengapa Imam Ali tidak merebut saja tanah Fadak dari Marwan. Maka jawaban saya sebatas ini adalah dugaan bahwa pada masa pemerintahan Imam Ali beliau mendahulukan hal yang lebih penting yaitu mengatasi pihak-pihak yang berselisih dengannya baik Aisyah, Thalhah dan Zubair dalam Perang Jamal atau Muawiyah dalam Perang Shiffin. Hal ini yang menurut saya membuat Imam Ali menangguhkan penyelesaian masalah Fadak sampai situasi benar-benar memungkinkan. Wallahu A’lam
Sebenarnya soal keputusan yang mana yang benar sudah cukup dilihat dari pendirian Sayyidah Fatimah AS sendiri ketika Beliau marah mendengar hadis yang dibawakan Abu Bakar. Itu menunjukkan bahwa Beliau berpendirian berbeda dengan Abu Bakar. Soal ini sudah saya bahas khusus dalam tulisan saya panjang lebar soalAnalisis Fadak, sepenuhnya saya mengatakan Sayyidah Fatimah AS adalah dalam posisi yang benar.
Habib berkata
bahkan Abubakar shiddiq ra pun dikuburkan di malam hari.
Sebenarnya tidak ada masalah dengan ini, sudah jelas berdasarkan hadis tersebut Sayyyidah Fatimah AS dikuburkan tanpa sepengetahuan Abu Bakar .
Habib melanjutkan
marah” kategori mereka ini bukan berarti benci dan rakus harta, masya Allah..,
Tulisan saya tidak menyatakan bahwa Sayyidah Fatimah AS rakus harta, apalagi soal benci-membenci. Bagi saya pribadi sikap Sayyidah Fatimah AS menunjukkan pendirian Beliau terhadap masalah Fadak bahwa itu adalah haknya. Disini tidak ada masalah rakus harta, Sayyidah Fatimah AS adalah Ahlul Bait dimana seharusnya para sahabat berpegang teguh dan Beliau adalah yang paling paham tentang Sunnah Rasulullah SAW. Jadi sikap Beliau AS jelas menjadi hujjah akan kebenaran Beliau AS.
betapa buruknya anggapan orang syiah tentang Sayyidah Fathimah Azzahra ra
Ini juga tidak ada hubungannya, Apakah setiap orang yang membahas masalah Fadak dikatakan Syiah? Apakah setiap yang berpihak kepada Sayyidah Fatimah AS mesti dikatakan Syiah? Apakah Ahlul Bait sebagai Tsaqalain itu hanya untuk Syiah?. Lagipula anggapan buruk Habib soal rakus harta itu adalah persepsinya sendiri. Coba lihat saja tulisan saya sendiri atau tulisan orang Syiah yang membahas masalah Fadak. Tidak ada satupun yang mengatakan Sayyidah Fatimah AS rakus harta. Naudzubillah
marah tentunya sering terjadi bahkan Rasul saw sering pula marah, pernah marah pada Umar bin Khattab ra ketika Umar ra berbuat salah pada Abubakar ra, dan Abubakar ra meminta maaf padanya namun Umar ra belum mau memaafkan,
Tentu Rasulullah SAW bisa marah tetapi sudah jelas marahnya Rasulullah SAW selalu berada dalam kebenaran dan begitu juga berdasarkan dalil yang shahihmarahnya Sayyidah Fatimah AS adalah marahnya Rasulullah SAW yang juga selalu berada dalam kebenaran.
Dan banyak riwayat riwayat lainnya, namun sungguh hati mereka suci
Saya setuju bahwa Rasulullah SAW dan Ahlul Bait AS adalah orang-orang yang disucikan oleh Allah SWT.
bukan seperti permusuhan kita dimasa kini yg penuh kebencian dan keinginan untuk saling mencelakakan,
Entahlah ini ditujukan buat siapa, yang jelas kalau dalam tulisan saya tidak ada sedikitpun niat memusuhi orang lain.
dan mustahil pula seorang putri Rasul saw tamak berebut harta waris duniawi, masya Allah dari buruknya sangka orang syiah ini.
Sekali lagi Habib cuma bermain-main dengan kata-katanya sendiri. Saya heran kepada siapa ditujukan perkataan itu. Apakah pada saya? Jika benar untuk saya, maka belum apa-apa saja Beliau sudah menuduh Syiah dan menuduh berburuk sangka. Saya tidak akan membahas lebih lanjut tuduhan seperti ini.
Nah sekarang lihatlah sendiri Siapa sebenarnya yang menyelewengkan Makna hadis Shahih Bukhari riwayat Aisyah tersebut? Saya tetap berpegang pada Zhahir hadis bahwa Sayyidah Fatimah marah dan mendiamkan atau menghindar dari Abu Bakar sampai Beliau AS wafat.
Adakah penyelewengan makna dalam tulisan saya.
Jawaban Pertanyaan Ketiga
3. mengenai syeikh Al Bani beliau tak diakui sebagai Muhaddits, karena Muhaddits adalah orang yg bertemu dengan periwayat hadits, dan Al Bani tak bertemu dengan seorang rawi pun, ia hanya berjumpa dengan buku buku mereka lalu berfatwa, maka fatwanya batil, terbukti penjelasannya tentang hadits diatas jauh bertentangan dg syarah Imam Ibn Hajar pada kitabnya Fathul Baari yg sudah menjadi rujukan seluruh Madzhab dan para Huffadh sesudah beliau.
Sebenarnya apa buktinya Syaikh Al Albani tidak bertemu satu rawi pun? Jika yang dimaksud perwai dalam kitab hadis maka saya jawab benar Beliau Syaikh Al Albani jelas tidak bertemu dengan perawi dalam kitab hadis. Tetapi bukankah ada juga beberapa ulama yang mempunyai sanad sendiri seperti sanad mereka Ulama Alawiyy (termasuk mungkin habib sendiri). Saya sendiri tidak tahu apakah syaikh Al Albani punya sanad sendiri atau tidak. Kalau memang Habib tahu adalah penting untuk menunjukkan bukti bahwa Syaikh Al Albani benar tidak memiliki sanad sendiri.
Lagipula mempelajari hadis tidak hanya dengan metode Sima’ tetapi bisa juga dengan Al Wijadah
Menurut saya Syaikh Al Albani adalah ulama hadis dimana beliau mempelajari Kitab-kitab hadis dan kitab-kitab Rijal hadis. Soal fatwanya itu tergantung dari dalil-dalilnya, silakan saja bagi yang berilmu untuk menelaah dalil-dalil fatwa syaikh Al Albani. Menyatakan bathil fatwa Syaikh Al Albani hanya dengan alasan Syaikh Al Albani tidak bertemu perawi hadis atau hanya belajar dari kitab adalah sesuatu yang bathil. Setiap ulama layak untuk dipelajari dan ditelaah dalil-dalilnya (termasuk juga Habib sendiri)
Kemudian Habib berkata
Saya tambahkan sedikit, dalam ilmu hadits, ada gelar Al Hafidh, yaitu orang yg telah hafal lebih dari 100 ribu hadits berikut sanad dan hukum matannya, adalagi derajat Alhujjah, yaitu yg hafal lebih dari 300 ribu hadits berikut sanad dan hukum matannya,
Imam Ahmad bin Hanbal hafal 1 juta hadits dg sanad dan hukum matannya, namun Imam Ahmad hanya sempat menulis sekitar 20 ribu hadits saja pada musnadnya, maka kira kira 980.000 hadits yg ada padanya tak sempat tertuliskan, dan Imam Ahmad bin Hanbal adalah murid dari Imam Syafii
Imam Bukhari hafal 600 ribu hadits berikut sanad dan hukum matannya dan ia digelari Raja para Ahli Hadits, namun beliau hanya mampu menulis sekitar 7.000 hadits dalam shahihnya bersama beberapa kitab hadits kecil lainnya, lalu kira kira 593.000 hadits sirna dan tak tertuliskan,
Benar sekali apa yang dikatakan Habib, tapi perlu ditambahkan bisa saja hadis yang dihafalkan Imam Ahmad juga dimiliki Imam Bukhari, terus hadis-hadis yang banyak itu bisa saja ada yang matannya juga sama walau sanadnya berbeda. Selain itu hadis-hadis yang sirna dan tak tertuliskan menurut Habib itu bisa saja
  1. Hadis-hadis itu dhaif atau tidak shahih
  2. Hadis-hadis itu tercatat dalam kitab hadis lain, sampai sekarang sudah ada banyak sekali kitab hadis. Sebagai contoh hadis-hadis yang tidak termuat dalam Shahih Bukhari dan Muslim tetapi memenuhi persyaratan Bukhari dan Muslim dapat ditemukan dalam Al Mustadrak Ash Shahihain.
Jadi menurut saya tidak ada masalah dengan rujukan kitab-kitab hadis sekarang. Bukan maksud saya menafikan sanad hadis yang dimiliki oleh Ulama Alawiyy. Yang jelas darimanapun hadis itu baik melalui kitab hadis atau sanad dari Ulama layak diterima jika hadis tersebut shahih.
Lalu apa pendapat anda dengan seorang muncul masa kini, membaca dari buku buku sisa sisa yg masih ada ini, yg mungkin tak mencapai 5% hadits yg ada dimasa lalu, ia hanya baca buku buku lalu menilai hadits hadits semaunya?, mengatakan muhaddits itu salah, imam syafii dhoif, imam ini dhoif, imam itu mungkar hadits..
Angka 5 % itu menurut saya juga belum tentu valid dan maaf terkesan seolah-olah umat Islam kehilangan banyak sekali hadis karena tidak tercatat dalam kitab-kitab hadis. Sepertinya syaikh Al Albani juga tidak menilai hadis semaunya, beliau telah mempelajari cukup banyak Kitab Rijal hadis atau Jarh wat Ta’dil. Menurut saya menilai suatu hadis dengan metode Jarh wat Ta’dil adalah langkah yang tepat. Walaupun bukan berarti saya menerima sepenuhnya setiap apa yang dikatakan syaikh Al Albani. Bagi saya beliau bukan satu-satunya Ulama yang mempelajari hadis. Soal masalah pernyataan muhadis lain salah itu adalah hal yang biasa dalam perbedaan pendapat. Yang penting adalah melihat sejauh apa dalil yang dikemukakan, kan pendapat Ulama bisa benar tapi bisa juga tidak.
Lagipula dalam Jarh wat Ta’dil banyak sekali ditemukan hal yang seperti ini. Terus kata-kata imam syafii dhoif, saya ingin tahu dimana syaikh Al Albani berpendapat seperti itu, saya sih justru pernah membaca kalau Yahya bin Main berpendapat Imam Syafii dhaif dan pernyataan Ibnu Main dikecam oleh banyak Ulama hadis tetapi kecaman ini tidak menafikan bahwa Ibnu Main tetap menjadi rujukan bagi para Ulama hadis. Intinya setiap pernyataan Ulama selalu bisa dinilai.
Saya cukup heran dengan orang yang hanya mau menerima hadis dari golongannya saja. Memang ada orang-orang yang terikat dengan golongan tertentu, sehingga hanya mau menerima apa saja yang berasal dari golongannya dan menafikan semua yang ada pada golongan lain. Sikap seperti ini baik sadar maupun tidak sadar hanyalah bentuk fanatisme dan taklid semata. Kebenaran tidak diukur lewat orang atau golongan saja tetapi lebih pada dasar atau landasan dalil yang digunakan.

No comments:

Post a Comment